Dongeng Bangsawan dan Tukang Kebunnya
Tuan Brandon adalah bangsawan yang sangat kaya. Dia mempunyai seorang tukang kebun yang rajin, bernama Jack. Tukang kebun ini bertugas mengurus tanaman di kebunnya yang megah. Ia tinggal tak jauh dari rumah tuannnya.
Tuan Brandon sangat sombong. Ia sama sekali tidak menghargai Jack, meski Jack telah setia mengabdi bertahun-tahun padanya. Selama ini, ia hanya menganggap Jack sebagai pembantu miskin yang diupahnya setiap bulan.
Walau dipandang sebelah mata, Jack dan keluarganya tetap bahagia. Ia dan keluarganya bersyukur bisa bekerja di rumah besar itu.
Suatu malam, Tuan Brandon dan keluarganya mengadakan pesta. Jack dan istrinya menyiapkan banyak rangkaian bunga yang indah. Para tamu terpesona dengan rangkaian bunga itu. Mereka ingin bertemu dengan Jack, si tukang kebun. Tetapi Tuan Brandon berkata dengan kasar,
“Ah, tidak perlu. Jack hanyalah tukang kebun yang tua dan kotor. Kalau kalian ingin bertemu dengannya, itu sama saja dengan mengotori diri kalian yang sempurna sebagai seorang pahlawan.”
Akhirnya tak seorang pun yang menanyakan Jack lagi.
Jack sangat sedih mendengarnya. Dia juga tak pernah berharap untuk bertemu dengan para tamu bangsawan. Dia hanya merasa tidak suka disebut orang yang kotor.
Begitulah setiap saat. Tuan Brandon, si bangsawan kaya itu, selalu merendahkan tukang kebunnya. Walaupun begitu, kehadiran Jack selalu diharapkannya untuk mengurus halaman rumahnya yang sangat luas itu.
Malam itu langit sangat gelap dan dingin. Angin bertiup kencang. Tuan Brandon merasa tubuhnya tidak enak dan kedinginan. Maka dia menyalakan perapian dan duduk disana untuk menghangatkan badan.
Kini tubuhnya terasa panas dan berkeringat. Tuan Brandon membuka salah satu jendela besar di ruangan itu. Angin mengalir masuk. Tuan Brandon terkantuk-kantuk di kursinya yang empuk.
Karena angin bertiup cukup kencang, lidah-lidah api pada perapian mulai menari-nari. Lidah api itu meliuk ke kanan dan kiri. Mencoba menyambar apa saja yang ada di sekitarnya.
Benar saja, lidah api menyambar sebuah buku. Buku itu mulai terbakar. Apinya juga menyambar barang-barang lain di dekatnya. Bahkan lampu minyak di sebelahnya ikut terbakar. Api mulai membesar. Ruangan itu kini dipenuhi asap dan nyala api.
Tuan Brandon terbatuk-batuk bangun. Dia tidak bisa melihat apa-apa. Matanya perih terkena asap. Nafasnya sesak. Dia berteriak-teriak minta tolong.
Sebuah tangan keriput terulur menariknya. Sosok itu membantunya keluar dari ruangan itu dan merebahkannya di rerumputan halaman rumah. Dengan sigap sosok itu berlari masuk kembali sambil membawa ember berisi air.
Tuan Brandon menangis melihat api membakar rumahnya. Angin yang bertiup kencang semakin membantu api itu menghabiskan bangunan rumah. Karena terlalu kaget, Tuan Brandon pun pingsan. Keesokan paginya, Tuan Brandon terbangun. Dilihatnya rumahnya yang besar tinggal puing-puing saja. Dia sangat sedih. Hartanya habis.
Tiba-tiba, sekumpulan orang mendatanginya.
Salah satu dari mereka bertanya kepadanya, “Tuan mari ikut ke pemakaman. Tuan harus mengantarkan orang yang sangat berjasa kepada Tuan, menuju tempat peristirahatan terakhirnya.”
Tuan Brandon tertegun. “Siapa orang yang sangat berjasa kepadaku itu?”
“Dia Jack, si tukang kebun, Tuan. Dia meninggal karena berusaha menyelamatkan Tuan dan rumah besar Tuan,” jelas orang yang lain.
Tuan Brandon menundukkan kepalanya. Ia menangis. Ia tak menyangka, Jack yang selama ini tak dihargainya, malah menyelamatkan nyawanya. Tapi apalah artinya penyesalan yang datang terlambat.