Simak Mengenai Istilah Majas

Posted on

Pada artikel kali ini kang darus akan membahas Istilah Majas

Istilah Majas

majas adalah gaya bahasa yang digunakan dalam suatu karya sastra dengan tujuan untuk memberikan efek-efek tertentu sehingga membuat karya sastra tersebut menjadi lebih hidup.

Ada juga yang menyebutkan bahwa arti majas adalah suatu gaya bahasa yang di dalamnya terdapat persamaan, perbandingan, serta kata kiasan, untuk menguatkan kesan suatu kalimat tertulis atau lisan dan menimbulkan nuansa imajinatif bagi orang yang menyimaknya. Artinya, ada macam macam majas yang digunakan untuk keperluan tertentu di dalam suatu tulisan.

Penggunaan majas bertujuan untuk menyampaikan suatu pesan secara imajinatif atau bermakna kiasan, baik melalui tulisan maupun lisan untuk mewakili pikiran dan perasaan seorang penulis. Sedangkan fungsi majas adalah untuk membuat suatu karya sastra menjadi lebih indah dalam aspek pemilihan katanya.

Majas Perbandingan

Sesuai dengan namanya, pengertian majas perbandingan adalah jenis majas yang dipakai untuk membandingkan atau menyandingkan suatu objek dengan objek lainnya dengan cara penyamaan, pelebihan, atau penggantian.

Beberapa yang termasuk dalam jenis majas perbandingan diantaranya adalah:

  1. Personifikasi, yaitu gaya bahasa yang digunakan untuk menggantikan fungsi benda mati yang dapat bersikap seperti manusia (baca; Majas Personifikasi).
    Contoh; “daun pepaya itu melambai-lambai seolah mengajak ku bermain bersama.”
  2. Metafora, yaitu gaya bahasa yang digunakan sebagai kiasan yang secara eksplisit mewakili suatu maksud lain berdasarkan persamaan atau perbandingan (baca; Majas Metafora).
    Contoh: “Pria yang sukses itu dulunya dianggap sampah masyarakat.
  3. Asosiasi, yaitu gaya bahasa yang membandingkan dua objek berbeda, namun disamakan dengan menambahkan kata sambung bagaikanbak, atau seperti.
    Contoh: Wajah ayah dan anak itu bagaikan pinang dibelah dua.
  4. Hiperbola, yaitu gaya bahasa yang mengungkapkan sesuatu secara berlebihan, bahkan terkesan tidak masuk akal. Contoh: “Pria itu memiliki semangat yang keras seperti baja, tentu ia akan menjadi orang sukses.”
  5. Eufemisme, yaitu gaya bahasa dimana kata-kata yang dianggap kurang baik diganti dengan padanan kata yang lebih halus.
    Contoh: kata kencing diganti dengan buang air kecil.
  6. Metonimia, yaitu gaya bahasa yang menyandingkan istilah sesuatu untuk merujuk pada benda yang umum.
    Contoh: “Bila haus, minumlah Aqua“, aqua berarti air dan merupakan merek air mineral.
  7. Simile, yaitu gaya bahasa yang menyandingkan suatu aktivitas dengan suatu ungkapan.
    Contoh: “Anak kecil itu menangis bagaikan anak ayam kehilangan induknya.”
  8. Alegori, yaitu gaya bahasa yang menyandingkakan suatu objek dengan kata kiasan.
    Contoh: “Mencari wanita yang sempurna seperti mencari jarum dalam tumpukan jerami.”
  9. Sinekdok, majas ini terbagi dua, yaitu sinekdok pars pro toto dan sinekdok totem pro parte.
    > Sinekdok pars pro toto adalah gaya bahasa yang menyebutkan sebagian unsur benda untuk menjelaskan keseluruhan benda tersebut. Contoh: “batang hidungnya tidak muncul juga hingga hari ini.” Dalam hal ini kata ‘batang hidung’ merujuk pada individu secara keseluruhan.
    > Sinekdok totem proparte adalah gaya bahasa yang menyebutkan keseluruhan untuk menjelaskan sebagian situasi atau benda. Contoh: “Indonesia mewakili asia tenggara dalam turnamen sepak bola internasional.” Dalam hal ini kata ‘Indonesia’ merujuk pada tim sepak bolanya saja.
  10. Simbolik, yaitu gaya bahasa dengan ungkapan yang membandingkan antara manusia dengan sikap mahluk hidup lainnya.
    Contoh: “Gadis itu selalu mencari kambing hitam untuk setiap masalahnya.”

Majas Pertentangan

  1. Litotes, yaitu suatu ungkapan seperti merendahkan diri, meskipun pada kenyataan sebenarnya justru sebaliknya.
    Contoh: “Silahkan mampir ke gubuk kami yang sederhana ini.” Rumah disebut sebagai gubuk.
  2. Paradoks, yaitu suatu gaya bahasa yang membandingkan situasi sebenarnya dengan situasi kebalikannya.
    Contoh: “Di tengah keramaian itu aku merasa kesepian.”
  3. Antitesis, yaitu gaya bahasa yang memadukan pasangan kata dimana artinya saling bertentangan.
    Contoh: “Semua orang sama di mata hukum, tak perduli tua-muda atau kaya-miskin.”
  4. Kontradiksi interminus, yaitu gaya bahasa yang menyangkal pernyataan yang disebutkan sebelumnya. Umumnya majas ini disertai dengan konjungsi, misalnya hanya saja atau kecuali.
    Contoh: “Semua murid boleh bermain, kecuali murid yang tidak mengerjakan tugas.”